Sejarah Menwa UII

Keberadaan Resimen Mahasiswa (Menwa) di Universitas Islam Indonesia dimulai ketika adanya program dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Daoed Joesoef yaitu Program NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/ Badan Koordinasi kemahasiswaan) yang dimaksudkan untuk membersihkan kampus dari kegiatan-kegiatan politik. Saat itu UII dipimpin oleh H. GBPH Prabuningrat selaku Rektor. Meski sempat menolak, dengan terpaksa saat itu pak Prabu (panggilan akrab H GBPH Prabuningrat) tetap menerima kehadiran Menwa di UII dengan alasan terancamnya status Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi yang saat itu sudah mendapatkan status disamakan oleh Pemerintah. Kemudian Pak Prabu memanggil MPM dan Dema (saat itu KUA- Koordinator Unit Aktifitas) terkait penolakan yang dilakukan oleh mahasiswa, namum pihak rektorat tetap dengan pendirian untuk menerima kehadiran Menwa dengan mengirimkan mahasiswa mengikuti Latihan Dasar Kemiliteran di Pusat Pendidikan dan Latihan Tempur Klaten, Jawa Tengah. Pada saat itu ada 14 peserta yang lolos seleksi yang dilaksanakan oleh Dewan Mahasiswa dan diberangkatkan mengikuti Pelatihan dan 14 orang ini yang nanatinya menjadi Yudha III yang merupakan angkatan Menwa pertama di UII.
Selain konflik dengan mahasiswa UII dan rektorat, di tingkat Skomen pun kehadiran Menwa UII diwarnai beberapa konflik.

Menwa UII yang saat itu baru berdiri akan dijadikan Batalyon Gabungan dengan Universitas Cokroaminoto dan Universitas Janabadra. Menangapi itu, seluruh personil Menwa UII merasa keberatan dan mendatangi Markas Skomen dan meminta untuk menjadi Batalyon sendiri. menanggapi hal ini, skomen akhirnya menjadikan Menwa UII Batalyon sendiri dan anggota saat itu, memilih angka 8 arab (bukan VIII – romawi-) sebagai angka untuk Batalyon UII.

Markas Komando telah mengalami 3 kali perpindahan :

  1. Jalan Tamansiswa Fakultas Hukum UII Terletak dibantaran kali code di belakang Fakultas Hukum UII, Mako Menwa pertama tergolong bangunan yang sangat sederhana, dijadikan tempat berkumpul bagi semua anggota Menwa saat itu dan juga sebagian terbuka untuk mahasiswa non- Menwa. Keberadaan Mako yang ditempatkan dibelakang kampus, dirasa tidak sejalan dengan tugas Menwa sebagai Stabilisator dan Dinamisator, selain mengantisipasi banyaknya anggota baru yang akan bergabung ke Menwa, pengurus Menwa di bawah pimpinan Syahrul Tahir (Komandan Kedua Menwa UII) meminta Mako dipindahkan di depan kampus, melalui konflik dan perdebatan dengan dema dan organisasi lain, akhirnya Menwa bisa menempati lokasi di bagian depan gedung Magister Fakultas Hukum di Jalan Cik Ditiro No. 1
  2. Jalan Cik Ditiro No.1 Mako kedua menjadi tempat yang sangat bersejarah bagi perkembangan organisasi Menwa. Mako Cik Ditiro adalah tempat yang sangat lama ditempati oleh anggota Menwa, dari Yudha II sampai XXVII pernah merasakan Mako Cikditiro. Setelah itu pada tahun 20 seiring berjalannya pembangunan Kampus Terpadu UII di Jalan kaliurang Km. 14,5, Menwa di pindahkan ke Kampus Terpadu Jalan Kaliurang Km. 14,5.
  3. Jalan Kaliurang Km. 14, Mako ketiga dan hingga saat ini masih ditempati oleh Anggota resimen Mahasiswa UII.

Pada tahun 1945, sidang umum Masjoemi (Majelis Sjoero Moeslimin Indonesia) dilaksanakan. Pertemuan itu dihadiri oleh beberapa tokoh politik terkemuka masa itu termasuk diantaranya Dr. Muhammad Hatta (Wakil Presiden Pertama Indonesia), Mohammad Natsir, Mohammad Roem, dan K.H. A. Wachid Hasyim. Salah satu keputusan dari pertemuan ini adalah pembentukan Sekolah Tinggi Islam (STI) oleh tokoh-tokoh terkemuka tersebut. STI kemudian didirikan pada tanggal 8 Juli 1945 bertepatan dengan 27 Rajab 1364 H dan berkembang menjadi sebuah universitas yang disebut Universitas Islam Indonesia (UII) sejak tanggal 3 November 1947 untuk memenuhi permintaan akan sebuah pendidikan tinggi yang mengintegrasikan pengetahuan umum dengan ajaran-ajaran Islam.

Awalnya, UII memiliki empat fakultas: Fakultas Agama, Fakultas Hukum, Fakultas Pendidikan, dan Fakultas Ekonomi, yang mulai beroperasi pada Juni 1948. Sekitar tujuh bulan kemudian, UII terpaksa ditutup akibat agresi militer Belanda. Banyak siswa dan dosen bergabung dengan tentara Indonesia untuk mengusir Belanda. Pada awal 1950-an, tak lama setelah perang, UII harus memindahkan aktivitas perkualiahan di beberapa tempat di kota Yogyakarta, bahkan sempat menggunakan Kraton Yogyakarta dan rumah dosen sebagai ruang kelas.

UII mengalami banyak perkembangan antara 1961 sampai dengan 1970 di bawah kepemimpinan Prof. M.R. R.H.A. Kasmat Bahuwinangun (1960-1963) dan Prof. Dr. dr. M. Sardjito (1964-1970). Selama masa jabatannya, Prof. M.R. R.H.A. Kasmat Bahuwinangun membantu mengembangkan Fakultas Syariah dan Fakultas Tarbiyah serta memperluas UII ke Purwokerto dengan mendirikan Fakultas Hukum dan Syari’ah disana.

Dari tahun 1964 sampai 1970, di bawah kepemimpinan Prof. Dr. dr. M. Sardjito (seorang dokter medis terkemuka di Indonesia), UII kembali diperluas hingga memiliki 22 fakultas, lima yang berlokasi di Yogyakarta dan sisanya tersebar di provinsi lain: Jawa Tengah (Solo, Klaten, dan Purwokerto), dan Sulawesi Utara (Gorontalo). Bidang studi yang ditawarkan adalah Ekonomi, Hukum, Syari’ah, Tarbiyah, Teknik, Kedokteran, Kedokteran Hewan, dan Farmasi. Namun, ketika peraturan pemerintah melarang UII menyelenggarakan kegiatan pendidikan luar Yogyakarta, maka UII harus menutup kampus-kampus cabang. Beberapa dari kampus cabang yang ditutup ini kemudian menjadi bagian dari lembaga pendidikan local. Contohnya adalah Fakultas Kedokteran Universitas Jendral Soedirman, yang cikal bakalnya adalah Fakultas Kedokteran UII di Purwokerto yang ditutup pada tahun 1975.

Pada awal 1970-an hingga 1982, UII mengalami perkembangan dalam pembangunan fisik mencakup kantor dan gedung fakultas, dimulai dengan kantor pusat yang berada di Jalan Cik di Tiro. Pembangunan gedung ini kemudian diikuti dengan pengembangan tiga kampus lain yang terletak di sejumlah lokasi di kota Yogyakarta. Selama periode ini, beberapa fakultas di UII juga mulai memperoleh status akreditasi dan juga memprakarsai kolaborasi dengan lembaga baik nasional maupun internasional, seperti Universitas Gadjah Mada, King Abdul Aziz University Arab Saudi, dan The Asia Foundation.

Sejak awal 1990-an sampai saat ini, UII telah mengembangkan kampus terpadu yang terletak di Kabupaten Sleman, di bagian utara Propinsi DI Yogyakarta. Sebagian besar fakultas UII telah berlokasi di lahan seluas 25 hektar ini. Sampai dengan semester ganjil 2011/2012, UII memiliki delapan fakultas dengan berbagai lima program diploma tiga, 22 program sarjana, tiga program profesi, delapan program master, dan tiga program doktor serta lembaga-lembaga pendukung.

BATALYON 8

MENWA UII

Sejak awal 1990-an sampai saat ini, UII telah mengembangkan kampus terpadu yang terletak di Kabupaten Sleman, di bagian utara Propinsi DI Yogyakarta. Sebagian besar fakultas UII telah berlokasi di lahan seluas 25 hektar ini. Sampai dengan semester ganjil 2011/2012, UII memiliki delapan fakultas dengan berbagai lima program diploma tiga, 22 program sarjana, tiga program profesi, delapan program master, dan tiga program doktor serta lembaga-lembaga pendukung.